Hmm... teoritis dan kritis. Bagaimana ya mengatakannya? Kedua kata tersebut bagai pinang dibelah dua. Serupa tapi tak sama.
Teoritis adalah sikap mempertahankan pendapat berdasarkan apa yang pernah ia baca sebelumnya. Teoritis adalah suatu hal yang baik dan biasanya ideal. Menghadapi kenyataan hidup, kita harus sadar bahwa dunia tak seindah perkiraan yang ada di buku. Ada tanjakan, lubang, kelokan tajam. Di buku, NOPE. Everything is flat. But, you know life is never flat just like CHITATO ads said...
Sedangkan, kritis adalah sikap yang mereview hidup dari berbagai fakta dan permasalahan yang ada. Terkadang, baca buku bisa memberikan inspirasi dalam menyelesaikan permasalahan hidup.
So, what is the difference?
Teoritis cenderung menciptakan mahkluk berpemikiran sempit ala kamar 3 x 3. Cepat merasa puas dan berkecenderungan punya rasa narsisme tingkat pamungkas. Well, you know theory never goes wrong! So, in my opinion, don't argue with these people. Kamu cuma akan merasa capek ketika berdebat dengan mereka. Ironis memang, mereka punya dunia mereka sendiri. Seandainya, dunia berjalan tidak seperti yang mereka ketahui, mereka akan membela diri: "Ya, ngga bisa gitu donk! Setahu gw...., lima buku yang pernah gw baca ceritanya ga gitu loh... Kalo segala sesuatunya ngga berjalan seperti yang gw tahu, itu berarti loe yang salah!". Can you imagine? Sikap teoritis inilah yang membuat gerakan-gerakan idealis radikal yang sifatnya bebas dan merusak. Gw masih ga bisa membayangkan sosok itu bisa jadi professor, pendeta, kyai atau ulama bahkan pejuang Taliban. Kitab suci itu pegangan hidup, tapi ada satu hal yang berubah. Waktu, kadang kita harus menyesuaikan prinsip-prinsip hidup yang ada dengan zaman modern.
Kritis cenderung menciptakan manusia-manusia unggul dan berkepribadian. Cenderung melihat hidup dari dua buah sudut pandang. Pertama, prinsip hidup. Kedua, realitas. Mereka cukup sadar bahwa prinsip hidup mengubah realitas kehidupan. Itulah mengapa mereka berusaha memegang teguh prinsip hidup dan akan senantiasa mencari jalan baru untuk mewujudkannya. Karena proses itu mereka alami, sosok-sosok ini justru cenderung humble. Mereka tahu segala sesuatu butuh proses. Mereka tahu cara menghargai hasil kerja jerih payah orang lain. Punya toleransi karena mereka sadar bahwa mereka juga sosok yang penuh kelemahan. Butuh telinga untuk mendengar dan didengar. Tidak pernah berusaha berdebat tentang kesempurnaan teori, tapi justru mencari tahu kesempurnaan hidup dalam arti yang sesungguhnya.
Seandainya, hari ini pertanyaan ini dilontarkan pada setiap kita:
"Kamu teoritis atau kritis? Apakah jawaban jujur anda dari lubuk hati anda yang paling mendalam? Sudahkah anda menjadi sosok yang kritis dan mengapa?"
Copyright by Bro Agus Kianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar